Dilansir dari Reuters, Kamis (18/10), harga minyak mentah berjangka Brent ditutup merosot sebesar US$1,36 atau 1,7 persen ke level US$80,5 per barel. Harga acuan global tersebut merosot hampir US$7 dari harga 3 Oktober 2018 yang mencapai US$86,74 per barel, level tertinggi dalam empat tahun terakhir.
Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah ASWestTexasIntermediate (WTI) sebesar US$2,17 atau 3 persen menjadi US$69,75 per barel.
"Penurunan harga (WTI) hari ini (Rabu (17/8) di bawah perkiraan harga terendah kami US$70 sepertinya akan menciptakan kondisi harga yang lebih rendah dari yang kami telah antisipasi," ujar Presiden Ritterbusch and Associates Jim Ritterbusch, dalam catatannya yang dikutip Reuters.
Pekan ini, harga minyak mentah mendapatkan sokongan dari kekhawatiran terhadap pengenaan sanksi AS terhadap Iran. Selain itu, dorongan juga berasal dari memanasnya hubungan antara AS dan Arab Saudi akibat terbunuhnya seorang jurnalis Jamal Khashoggi.
Direktur Perdagangan Berjangka Mizuho Bob Yawger mengungkapkan beberapa spekulator kemungkinan tertarik untuk keluar saat harga minyak AS berada di bawah US$70 per barel yang akan memantik aksi jual. Volume perdagangan berada di atas rata-rata pada Rabu (17/10) kemarin dengan lebih dari 627 ribu kontrak minyak mentah AS berpindah tangan.
Sebagai catatan, rata-rata volume perdagangan kontrak berjangka minyak mentah harian selama 10 bulan terakhir hanya 583 ribu kontrak. Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mencatat persediaan minyak mentah AS naik 6,5 juta barel pada pekan lalu, hampir tiga kali lipat dari perkiraan sejumlah analis.
Artinya, stok minyak mentah AS mingguan AS terus menanjak selama empat pekan terakhir. Di sisi lain, ekspor minyak mentah AS turun 1,8 juta barel per hari (bph).
Persediaan minyak mentah naik tajam meski produksi minyak mentah AS tergelincir 300 ribu bph menjadi 10,9 juta bph pekan lalu. Analis memperkirakan turunnya produksi minyak mentah AS merupakan imbas dari penutupan sementara fasilitas produksi minyak lepas pantai akibat terjangan Badai Siklon Tropis Michael.
"Kenaikan aktivitas kilang dan penurunan produksi akibat badai di Teluk (Teluk Meksiko) tak cukup untuk menunda kenaikan persediaan minyak mentah AS selama empat pekan berturut-turut," ujar Direktur Riset Komoditas ClipperData Matt Smith di Kentucky, AS.
Sementara, skandal hilangnya jurnalis dan kritikus kerajaan Arab Saudi Jamal Khashoggi mendorong harga minyak mentah di awal pekan. Khashoggi menghilang sejak dua pekan lalu setelah memasuki konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki.
Penegak hukum AS menuding kepemimpinan Arab Saudi yang mengindikasikan dapat dijatuhkannya sanksi. Negara barat menekan Arab Saudi untuk memberikan jawaban.
Namun pernyataan Presiden AS Donald Trump memberikan sinyal bahwa Gedung Putih kemungkinan tidak akan memberikan sanksi tambahan kepada Arab Saudi, khususnya setelah Arab Saudi menyatakan akan melakukan investigasi.
Pada Rabu (17/10) kemarin, Trump menampik ia telah memberikan perlindungan pada Arab Saudi. Hasil dari investigasi meninggalnya Khashoggi diperkirakan keluar dalam seminggu.
Para investor khawatir Arab Saudi dapat menggunakan pasokan minyak untuk membalas kritik. Tindakan tersebut dalam membuat gejolak di pasar mengingat Arab Saudi tidak pernah lagi menggunakan minyak sebagai senjata sejak embargo minyak pada awal 1970-an. Pasar juga telah mengantisipasi berkurangnya pasokan saat sanksi AS terhadap ekspor minyak mentah Iran berlaku efektif pada 4 November 2018.
Iran menuding Arab Saudi dan Rusia telah melanggar kesepakatan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) terkait pemangkasan pasokan dengan mengerek produksi minyak mentah lebih banyak yang akan menggerus pangsa pasar Iran.
0 Response to "Kenaikan Stok AS Tekan Harga Minyak"
Post a Comment